Setiap orang pasti harus membuang kotoran yang ada di dalam tubuhnya.Kalau tidak kotoran tersebut akan menumpuk dan menjadi penyakit.Salah satu cara yaitu dengan buang hajat.Namun,sudah benarkah cara kita dalam melakukan hal ini dan sesuai dengan ajaran islam?berikut ini adalah anjuran Islam mengenai tata cara membuang hajat yang benar.
Segera membuang hajat.
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena
hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang
bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau menjauh".
(Diriwayat-kan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh
mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan
demikian.
Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat
tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan:
"Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak
mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-
Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa.
Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang
najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan
dan tindakan meremehkannya.
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang bersumber dari Abi
Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di tempat buang air, maka
janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang
air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat".
(Muttafaq'alaih).
Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC)
atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat,
maka boleh menghadap ke arah kiblat.
Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang bersumber dari
Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air kecil di air yang menggenang
yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ".(Muttafaq'alaih).
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi
Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya
dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan
tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).
Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya
buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha
yang berkata: Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i
dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil
berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari
pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia
berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan
ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil
berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mende-katlah kemari".
Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau
berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).
Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang bersumber dari
Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada seorang
lelaki lewat, sedangkan Rasulullah saw. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam
(kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan
bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi
Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami dilarang oleh Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji
batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).
Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci
menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjil-kan."
Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan
berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu
diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila
masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".
Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka"
(ampunan-Mu ya Allah).
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu
Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan
hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu
menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena
hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang
bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau menjauh".
(Diriwayat-kan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh
mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan
demikian.
Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat
tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan:
"Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak
mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-
Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa.
Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang
najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan
dan tindakan meremehkannya.
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang bersumber dari Abi
Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di tempat buang air, maka
janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang
air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat".
(Muttafaq'alaih).
Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC)
atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat,
maka boleh menghadap ke arah kiblat.
Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang bersumber dari
Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air kecil di air yang menggenang
yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ".(Muttafaq'alaih).
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi
Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya
dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan
tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).
Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya
buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha
yang berkata: Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i
dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil
berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari
pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia
berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan
ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil
berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mende-katlah kemari".
Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau
berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).
Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang bersumber dari
Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada seorang
lelaki lewat, sedangkan Rasulullah saw. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam
(kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan
bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi
Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami dilarang oleh Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji
batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).
Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci
menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjil-kan."
Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan
berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu
diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila
masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".
Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka"
(ampunan-Mu ya Allah).
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu
Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan
hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu
menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
0 komentar:
Posting Komentar